JUDUL :Frequent Cognitive Activity Compensates for Education Differences in Episodic Memory
PENULIS: Margie E Lanchman, Ph.D., dkk
SUMBER: The American Journal of Geriatric Psychiatry, Jan 2010.
PENULIS: Margie E Lanchman, Ph.D., dkk
SUMBER: The American Journal of Geriatric Psychiatry, Jan 2010.
Perbedaan
pendidikan adalah sumber dari ketimpangan sosial dan perbedaan dalam
keberfungsian kognitif. Orang dengan tingkat pendidikan tinggi ditemukan
memiliki keberfungsian kognitif yang lebih baik pada saat dewasa dan kecil
kemungkinannya terkena dementia. Efek jangka panjang dari tingkat pendidikan
yang tinggi adalah kemungkinan yang lebih besar untuk mengikuti aktivitas
kognitif yang menantang.
Berdasarkan
penelitian ditemuakan bahwa mengikuti kegiatan kognitif dapat meningkatkan
performa kognitif. Selain itu kompleksitas kerja yang tinggi pada saat midlife
ditemukan mengurangi kemungkinan dementia. Namun bagi yang berpendidikan rendah
jarang yang ingin mengikuti kegiatan kognitif yang menantang. Penelitian ini
tertarik untuk melihat orang dengan tingkat pendidikan yang rendah yang sering
mengikuti kegiatan yang mengasah kognitif akan menunjukan kemajuan kognitif
yang sama dengan orang yang berpendidikan tinggi.
Penelitian
telah menemukan aktivasi otak yang berbeda tergantung tipe aktivitas yang
mengasah kemampuan kognitif. Contohnya pada saat membaca bagian otak yang
mengontrol memory dan pengelihatan yang berfungsi. Dalam penelitian ini
aktivitas yang mengasah kognitif yang diteliti adalah membaca, menulis,
mendengar ceramah, dan main game kata.
Peneliti
memprediksi bahwa seseorang dengan tingkat pendidikan rendah akan jarang mengikuti
kegiatan yang mengasah kemampuan kognitif dan akan memiliki kemampuan episodik
memory dan fungsi eksekutif yang rendah. Peneliti juga memprediksi bahwa efek
negatif dari pendidikan yang rendah akan berkurang jika sering mengikuti
kegiatan yang mengasah kognitif, khususnya yang berhubungan dengan memory.
METODE
Sampel
Sampel
adalah orang dewasa yang dirandom dengan menghubungi mereka secara acak. Sampel
akhir berjumlah 3640, 297 sampel dieliminasi karena terkena stroke, parkinson
dan penyakit neurologis yang lain. Sampel berusia 32-84 tahun dengan persentase
wanita 55,4% dan pria 39,4%.Yang tamat s1 atau diatasnya dianggap
berpendidikan tinggi, sedangkan yang tidak tamat s1 dianggap berpendidikan
rendah.
Independent
and Dependent Variables
Pengukuran
kognitif didapatkan melalui telepon, dan pengukuran lainnya melalui email.
Frequency of Engaging in Cognitive
Activities. Variabel aktivitas kognitif diukur
dengan skala likert dengan 6 poin ( sering, sekali sebulan dll) dalam melakukan
aktivitas kognitif yaitu membaca buku, majalah atau koran, mendengar ceramah
edukasional, dan menulis
Education.
Level edukasi dioperasionalisasi dengan jumlah tahun mengikuti sekolah formal.
Cognitive Performance.
Peneliti mengukur 2 faktor yaitu memory episodik dan fungsi eksekutif. 7
dimensi kognitif yang penting bagi keberlangsungan hidup orang dewasa diukur
dengan Brief Test of Adult Cognition by Telephone. Tes ini termasuk episodik
verbal memory, working memory span kefasihan verbal , kecepatan
pemrosesan, dan perhatian switching dan kontrol inhibisi .
Covariates
Demographic Variables.
Peneliti mengukur usia, sex (-1=pria, 1=wanita), dan pendapatan dalam dollar.
Self-Rated Health. Kesehatan sampel diukur dengan skala 5 poin
(1=buruk, 2=sedang,3=bagus, 4=sangat bagus,5= excellent).
Physical Activity. 12 pertanyaan diberikan untuk mengetahui
aktivitas berat yang dilakukan seperti mengikuti aerobik berat, berenang yang
berat dll dan aktivitas yang tidak terlalu beras seperti bermain tenis yang tidak
terlalu sering. Peetanyaan lanjutan yaitu mengenai frekuensi dari aktivitas
fisik yang dilakukan tergantung musim dan dalam 3 setting yang berbeda (rumah,
berlibur, bekerja) dengan rating (1=never, 2 = less than once a month, 3 = once
a month, 4 = several times a month, 5 = once a week, and 6 = several times a
week).
RESULTS
Hasilnya adalah orang dengan pendidikan yang tinggi mengikuti kegiatan yang mengasah kognitif lebih sering dan berasosiasi dengan kemampuan memory episodik dan fungsi eksekutif yang lebih baik. Interaksi antara tingkat pendidikan tinggi berasosiasi dengan memory episodik namun tidak pada fungsi eksekutif.
Hasilnya adalah orang dengan pendidikan yang tinggi mengikuti kegiatan yang mengasah kognitif lebih sering dan berasosiasi dengan kemampuan memory episodik dan fungsi eksekutif yang lebih baik. Interaksi antara tingkat pendidikan tinggi berasosiasi dengan memory episodik namun tidak pada fungsi eksekutif.
CONCLUSIONS
Peneliti menemukan
orang dengan tingat pendidikan rendah memiliki kemampuan kognitif yang buruk
dan jarang mengikuti kegiatan yang mengasah kemampuan kognitif. Keikutsertaan
dalam kegiatan yang mengasah kognitif yang lebih sering diasosiasikan dengan
memory yang lebih baik. Penemuan ini memungkinkan untuk mengurangi perbedaan
kognitif pada lansia dengan mengikutsertakan mereka pada kegiatan yang mengasah
kognitif seperti membaca, menulis, emndengar ceramah edukasional, bermain
permainan kata sekurang-kurangnya seminggu sekali atau lebih.
Kekurangan penelitian
ini adalah ada banyak responden yang gugur karena tidak mengisi kuesioner
dengan lengkap.Untuk mengukur aktivitas kognitif digunakan isntrumen
self-report jadi kita tidak tahu yang dirating oleh mereka akurat atau tidak.
Data juga berupa cross-sectional jadi belum tentu benar misalnya saja bisa saja
orang dengan tingakt pendidikan rendah namun sering mengikuti kegiatan yang
mengasah kemampuan kognitif.